Ini kisah nyata saya sejak
SMP, kelas 7 (kelas satu). Masih culun, tak tahu apa itu bolos.
Kata "bolos" baru saya tahu ketika seorang siswa tanpa izin tak hadir ke sekolah. Agak mirip dengan "alfa", hanya lebih ekstrim lagi, bolos disebut-sebut pulang sekolah sebelum jam pulang.
Suatu waktu, setelah seluruh pelajaran selesai. Masih ada 30 menit pagar sekolah baru akan dibuka.
Hanya ada kelemahan pada pintu/gerbang pagar belakang sekolah saya saat itu. Koyak dan mudah dilewati untuk keluar dari sekolah.
Nah saat itu juga, saya melihat seorang guru Bahasa Inggris sedang dikerumuni oleh banyak siswa, baik se-angkatan saya maupun senior.
Saya coba melihat apa yang sedang dibincangkan, tapi tampaknya tidak begitu menarik. Akhirnya saya memutuskan pulang saja ah.
Ketika saya hampir melewati pintu pagar, tiba-tiba suara keras memanggil saya, tanpa menyebut nama. "Woi, kesini!"
Saya pun belum merasa, bahwa saya yang dipanggil. Eh, siswa-siswa lain melihat saya, bertanda bahwa memang saya yang dipanggil.
Saya pun menghadap kepada guru ini (yang dikenal berpiawai tegas). Apa yang terjadi? Tanpa basa-basi, saya kena tampar! Sakit sekali.... duuuh. Ini pertama kali kena tamparan.
"Kenapa keluar pagar? Ini baru jam berapa?" Tanya dengan suara marah guru ini.
Sambil menahan sakitnya bukan main. Saya jawab, "Sudah diizinkan pulang oleh Guru Bahasa Daerah, Pak."
"Tapi ini belum waktunya pulang. Siapa nama guru yang menyuruhmu pulang?" Tanya lagi dari guru ini.
Saya jawab, "Saya belum hafal namanya Pak."
Saya diketawai oleh seluruh siswa saat itu. Dan guru ini bertanya ke siswa yang lain, "siapa kira-kira gurunya?"
Akhirnya, ada yang menebak, dan saya pun mengiyakan. Iya itu Pak nama gurunya.
Setelah kejadian itu saya pun disuruh pergi dari kerumunan. Mendadak jadi terkenal sih sebenarnya. Hehehe. Tapi, parah.
Sambil berlari menjauh dari kerumunan, saya menangis tersedu-sedu. Sakiiiiit-nya tuh di sini. *di pipi dan di hati.
Ah, sudahlah. Saya menahan dendam. Saya tak lapor ke orang tua saya. Mungkin sampai saya pertama kali menulis kisah nyata ini, ayah saya pasti baru tahu bahwa saya punya pengalaman pahit sejak SMP seperti ini. "I'm sorry, Dad."
Setahun berlalu, ketika naik kelas. Saya pun mendapati guru yang menampar saya itu menjadi guru saya di kelas 8 (kelas 2 SMP). Antara mengingat masa lalu dan malu. Saya pun tetap ikut belajar jam kelasnya.
Apa yang terjadi? Saya lah satu-satunya siswa dengan nilai tertinggi di pelajaran Bahasa Inggris, nilai 95 dari seluruh siswa di kelas saya.
Guru ini malah menjadikan saya sebagai siswa favoritnya. Walah walah. Berbalik keadaan.
Ternyata, prestasilah yang membuat orang yang pernah benci sama kita menjadi suka.
Akhirnya, ketika akhir 2015. Saya baru berjumpa lagi dengan guru ini yang sudah hampir pensiun. Saya ngobrol pakai English. Seru juga.
Beliau pun tanya apa profesi/aktivitas saya saat ini. Saya jawab, salah satunya sebagai penulis. Dan juga mendirikan kursus Bahasa Inggris.
Beliau-pun meminta buku karya saya. Saya pun janji, kalau ketemu lagi saya akan beri satu buku.
Ketika saya sedang ke Kantor Pos, eh ketemu lagi sama Pak Guru. Hehe. Beliau menagih. "Mana nih buku yang dijanjikan?" (Tapi, pakai Bhs. Inggris).
Saya pun keluar kantor untuk ambil satu buku di dalam mobil, lalu masuk ke kantor lagi dan memberikannya ke beliau. Ini Pak, Buku The Miracle of You.
Sebuah buku yang terinpirasi dari pengalaman saya mencintai Pelajaran Bahasa Inggris. Dan membuat judul Bhs. Inggris, walau isinya Bhs. Indonesia. But, it's ok 'kan? Hehehe.
Alhamdulillah, penuh kebanggaan dan rasa senang di setiap ucapan Guru saya ini. Dan mendukung profesi saya. Sambil cium tangan. Saya minta pamit dulu.
Aha, sampai berita tentang kasus penamparan seorang guru terhadap siswa karena tidak kerjakan PR. Saya terinspirasi menulis kisah ini.
Satu makna yang saya ambil. Jangan dendam dan dengki terhadap gurumu. Malah, bisa jadi dia yang paling bangga kepadamu, selain orang tuamu.
Akhirnya saya saat ini rutin untuk memberi Pelatihan untuk Guru-Guru, seperti yang ada pada bit.ly/JagoTeachingTanpaPusing. Apa yang terjadi? Malah sekarang saya menjadi guru juga (istilah kerennya Trainer, untuk guru-guru lebih kreatif dan menyenangkan).
Kata "bolos" baru saya tahu ketika seorang siswa tanpa izin tak hadir ke sekolah. Agak mirip dengan "alfa", hanya lebih ekstrim lagi, bolos disebut-sebut pulang sekolah sebelum jam pulang.
Suatu waktu, setelah seluruh pelajaran selesai. Masih ada 30 menit pagar sekolah baru akan dibuka.
Hanya ada kelemahan pada pintu/gerbang pagar belakang sekolah saya saat itu. Koyak dan mudah dilewati untuk keluar dari sekolah.
Nah saat itu juga, saya melihat seorang guru Bahasa Inggris sedang dikerumuni oleh banyak siswa, baik se-angkatan saya maupun senior.
Saya coba melihat apa yang sedang dibincangkan, tapi tampaknya tidak begitu menarik. Akhirnya saya memutuskan pulang saja ah.
Ketika saya hampir melewati pintu pagar, tiba-tiba suara keras memanggil saya, tanpa menyebut nama. "Woi, kesini!"
Saya pun belum merasa, bahwa saya yang dipanggil. Eh, siswa-siswa lain melihat saya, bertanda bahwa memang saya yang dipanggil.
Saya pun menghadap kepada guru ini (yang dikenal berpiawai tegas). Apa yang terjadi? Tanpa basa-basi, saya kena tampar! Sakit sekali.... duuuh. Ini pertama kali kena tamparan.
"Kenapa keluar pagar? Ini baru jam berapa?" Tanya dengan suara marah guru ini.
Sambil menahan sakitnya bukan main. Saya jawab, "Sudah diizinkan pulang oleh Guru Bahasa Daerah, Pak."
"Tapi ini belum waktunya pulang. Siapa nama guru yang menyuruhmu pulang?" Tanya lagi dari guru ini.
Saya jawab, "Saya belum hafal namanya Pak."
Saya diketawai oleh seluruh siswa saat itu. Dan guru ini bertanya ke siswa yang lain, "siapa kira-kira gurunya?"
Akhirnya, ada yang menebak, dan saya pun mengiyakan. Iya itu Pak nama gurunya.
Setelah kejadian itu saya pun disuruh pergi dari kerumunan. Mendadak jadi terkenal sih sebenarnya. Hehehe. Tapi, parah.
Sambil berlari menjauh dari kerumunan, saya menangis tersedu-sedu. Sakiiiiit-nya tuh di sini. *di pipi dan di hati.
Ah, sudahlah. Saya menahan dendam. Saya tak lapor ke orang tua saya. Mungkin sampai saya pertama kali menulis kisah nyata ini, ayah saya pasti baru tahu bahwa saya punya pengalaman pahit sejak SMP seperti ini. "I'm sorry, Dad."
Setahun berlalu, ketika naik kelas. Saya pun mendapati guru yang menampar saya itu menjadi guru saya di kelas 8 (kelas 2 SMP). Antara mengingat masa lalu dan malu. Saya pun tetap ikut belajar jam kelasnya.
Apa yang terjadi? Saya lah satu-satunya siswa dengan nilai tertinggi di pelajaran Bahasa Inggris, nilai 95 dari seluruh siswa di kelas saya.
Guru ini malah menjadikan saya sebagai siswa favoritnya. Walah walah. Berbalik keadaan.
Ternyata, prestasilah yang membuat orang yang pernah benci sama kita menjadi suka.
Akhirnya, ketika akhir 2015. Saya baru berjumpa lagi dengan guru ini yang sudah hampir pensiun. Saya ngobrol pakai English. Seru juga.
Beliau pun tanya apa profesi/aktivitas saya saat ini. Saya jawab, salah satunya sebagai penulis. Dan juga mendirikan kursus Bahasa Inggris.
Beliau-pun meminta buku karya saya. Saya pun janji, kalau ketemu lagi saya akan beri satu buku.
Ketika saya sedang ke Kantor Pos, eh ketemu lagi sama Pak Guru. Hehe. Beliau menagih. "Mana nih buku yang dijanjikan?" (Tapi, pakai Bhs. Inggris).
Saya pun keluar kantor untuk ambil satu buku di dalam mobil, lalu masuk ke kantor lagi dan memberikannya ke beliau. Ini Pak, Buku The Miracle of You.
Sebuah buku yang terinpirasi dari pengalaman saya mencintai Pelajaran Bahasa Inggris. Dan membuat judul Bhs. Inggris, walau isinya Bhs. Indonesia. But, it's ok 'kan? Hehehe.
Alhamdulillah, penuh kebanggaan dan rasa senang di setiap ucapan Guru saya ini. Dan mendukung profesi saya. Sambil cium tangan. Saya minta pamit dulu.
Aha, sampai berita tentang kasus penamparan seorang guru terhadap siswa karena tidak kerjakan PR. Saya terinspirasi menulis kisah ini.
Satu makna yang saya ambil. Jangan dendam dan dengki terhadap gurumu. Malah, bisa jadi dia yang paling bangga kepadamu, selain orang tuamu.
Akhirnya saya saat ini rutin untuk memberi Pelatihan untuk Guru-Guru, seperti yang ada pada bit.ly/JagoTeachingTanpaPusing. Apa yang terjadi? Malah sekarang saya menjadi guru juga (istilah kerennya Trainer, untuk guru-guru lebih kreatif dan menyenangkan).
Dan ya, mungkin perbuatan tamparan itu tidak mengenakkan pada diri saya, akhirnya saya bertekad membuat pendidikan di Indonesia jadi lebih baik! Tanpa sentuhan fisik, walau masih ada praktek seperti itu.
Mohon doanya, semoga perjalanan ini bisa sampai tujuan, menciptakan Guru yang Kreatif, Menyenangkan dan Ngangenin!
Terima kasih sudah menyimak tulisan ini. Semoga menginspirasi.
Salam Hangat,
Sarwandi Eka Sarbini
Setelah Mengisi Training Guru-Guru di Medan
Training Guru-Guru di Makassar
Ingin bekerjasama untuk penyelenggaraan Training ini untuk Guru-Guru di Sekolah Anda? Atau ingin jadi Tim Mr. Magicvator? Ayo kita mulai bekerjasama,
WA/SMS: 085-242-533-592
semoga dapat menjadi inspirasi bagi saya dan org lain
ReplyDeleteAamiin. Terima kasih sudah memberi komentar yang baik.
ReplyDelete