Sebelum saya jawab pertanyaan di atas, izinkan saya bercerita.
Saya ingin cerita tentang jodoh saya, boleh? Hehehe. Sepertinya Anda akan kepo kalau saya menulis tentang sosok jodoh. Haha. Baiklah, mari kita coba simak tulisan ini sama-sama. Sip?
Cara saya menemukan jodoh saya betul-betul di luar dugaan saya. Berawal dari percakapan ringan dengan sahabat saya, Mr. Naim. Dia ini kan Hafizh Quran yang bergabung jadi tim saya di Rewana. Lalu saya minta rekomendasi, ada nggak calon jodoh buat saya?
Dengan fast respon, langsung ditawarkan dua pilihan. Asyik.. Hahaha. Kencang nih Mr. Naim. Dari dua pilihan yang ditawarin nih, saya memilih yang diceritakan sosok yang pintar bikin Nasi Goreng (wah favorit nih) dan seorang Hafizhah (30 Juz). Maa sya Allah.
Proses ta'aruf pun berlangsung, alhamdulillah ibu saya sangat setuju. Hanya ayah saya belum ada hari itu, karena lagi di IPB (India Pakistan Bangladesh), yang teman-teman di JT pasti tahu 3 negara ini jika disebut IPB (secara singkat). Selang 4 Bulan menunggu kepulangannya yang cukup lama, yang sempat membuat hampir batal ta'aruf part 2, karena belum ada kabar dari kami. Akhirnya di bulan keenam, ayah saya pun mantap dan luluh hatinya mau bertemu dengan keluarga Gadis Hafizhah ini.
Maa sya Allah, ayah saya langsung dengan cepat mengatakan, "Baik Nak, kalau ini pilihanmu saya restui."
Akhirnya pernikahan syar'i pun terlaksana di keluarga istri saya. Hijab dibuat antara lelaki dan perempuan. Sehingga tak sembarang yang mau jabat tangan dengan istri saya. hehehe. Termasuk saya, yang jabat tangan dengan saya hanyalah laki-laki. Karena ada jalur tersendiri kalau mau ngucapin doa dan jabat tangan.
Alhamdulillah, saya belum pernah mendengar suara istri saya sebelumnya, bahkan selama proses ta'aruf, hanya dipersilakan melihat wajah manisnya yang bikin teduh hati. Duh, pantas saya luluh mau memilihnya. Karena tiap memandangnya kok jadi teduh hati ini ya. hehehe.
Sosok istri yang hanya menjaga dirinya buat suaminya. Dan belum pernah pacaran. Ya, usianya saat itu masih 18 Tahun dan saya meminangnya.
Betul-betul penyelamatan kepada generasi para akhwat adalah menikahinya segera. Semakin ditunda sangat tidak baik buat reproduksinya yang tiap bulan pasti sakit perut (karena datang bulan, hehehe). Toh, gadis sudah haid itu tanda sudah siap sel telurnya untuk dibuahi. Kalau nggak dibuahi bertahun-tahun, mereka akan kesakitan terus. Hehehe. Betul ladies?
Selain itu tidak baik jika membuatnya hanya terus berharap tanpa kepastian tanggal, bulan dan tahun. Lelaki sejati itu hanya akan mengucapkan I Love You saat sudah akad. Bukan I Love You yang nekad. Belum halal tapi sudah berani berucap itu. Naudzubillah. Pantas banyak zina terjadi di negeri ini.
Ingat, wanita itu lemah di pendengaran. Pria lemah di syahwat. Mau jadi pahala yang cukup dalam akad. Mau dosa, mereka akan bertindak nekad. Astaghfirullah.
Jadi, mulai sekarang, Menikah Dini bukanlah hal yang tabu, melainkan hal yang indah. Bisa pacaran dengan istri yang masih muda. lalu kalau punya anak lalu anaknya sudah besar, seolah-olah kita berjalan seperti adik kakak. Kan nggak enak kalau anak dianggap cucu saat kita sudah tua. Hehehe.
Ya, mungkin itu dulu cerita saya hari ini.
Menikah Muda, Musibah atau Berkah?
Menurutku, Berkah bertubi-tubi! Alhamdulillah, tiap hari ada yang ditemanin curhat, memasak, ngurus anak, dan bisa jalan-jalan bareng tanpa merasa khawatir dosa. Toh, udah halal. hehehe.
Kata terakhir dari saya, I Love Ummu Hulwah (My Wife till Jannah. Aamin)
Sekian dari saya, Sarwandi Eka Sarbini
Silakan share tulisan ini kalau memang bermanfaat, kecuali tidak, ya diabaikan aja.